Minggu, 22 April 2012
manusia dan keadilan
Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara ke dua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem itu menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama. kalau tidak sama, maka masing-masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelanggaran terhadap proporsi tersebut berarti ketidak adilan. Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri, dan perasaannya dikendalikan oleh akal. Lain lagi pendapat Socrates yang memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan tercipta bilamana warga negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik.
Mengapa diproyeksikan pada pemerintah, sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat. Kong Hu Cu berpendapat lain: Keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, rnasing-masing telah melaksanakan kewajibannya. Pcndapat ini terbatas pada nilai-nilai tcrtentu yang sudah diyakini atau discpakati.
Al-qur’an menggunakan pengertian yang berbeda-beda bagi kata atau istilah yang bersangkut-paut dengan keadilan. Bahkan kata yang digunakan untuk menampilkan sisi atau wawasan keadilan juga tidak selalu berasal dari akar kata ‘adl. Kata-kata sinonim seperti qisth, hukm dan sebagainya digunakan oleh Al-qur’an dalam pengertian keadilan. Sedangkan kata ‘adl dalam berbagai bentuk konjugatifnya bisa saja kehilangan kaitannya yang langsung dengan sisi keadilan itu (ta’dilu, dalam arti mempersekutukan Tuhan dan ‘adl dalam arti tebusan).
Allah SWT. Berfirman :
Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl : 90)
Keadilan didefinisikan sebagai “menempatkan sesuatu secara proporsional” dan “memberikan hak kepada pemiliknya”. Definisi ini memperlihatkan, dia selalu berkaitan dengan pemenuhan hak seseorang atas orang lain yang seharusnya dia terima tanpa diminta karena hak itu ada dan menjadi miliknya. Dalam hal jender, wujud pemenuhan hak atas wanita masih merupakan masalah kemanusiaan yang serius. Secara sosial, kebudayaan, ekonomi dan politik masih merendahkan wanita. Persepsi masih melekatkan yang merendahkan, mendiskriminasi dan memarjinalkan mereka.Dalam persepsi satu-satunya potensi wanita yang paling sering ditonjolkan adalah fisiknya. Tubuh wanita seakan sah dieksploitasi, secara intelektual, ekonomi dan seksual, melalui beragam cara dan bentuknya di ruang privat maupun publik.
Gerakan emansipasi wanita telah berjasa besar dalam menghantarkan kaum wanita Indonesia menuju mimbar kehormatan dan gerbang kebebasan, harus dipahami kebebasan bukan berarti kebablasan. Realita melintas ditengah-tengah kehidupan modern, bahwa wanita tidak lagi dipandang sebelah mata, lebih dihargai dan dihormati. Kini banyak wanita menuntut kesamaan hak dengan pria, kesamaan untuk berkompetisi dalam dunia liberal dan terbebas dari ikatan kebudayaan. Dengan dalil mendobrak persepsi jender kaum feminis dengan mengusung gerakan emasipasi. “The end of the institution of marriage is a necessary condition for the liberation of women” (Declaration of Feminism, 1971). Dari deklarasi tersebut, kaum feminis menganggap institusi pernikahan sebagai The Frakenstein Monster (dalam film horor: frankeinstein sesosok mayat manusia dihidupkan kembali dan memiliki rupa menyeramkan, sadis, bahkan menjijikkan) harus diperangi demi kebebasan wanita.
Selain itu, Robin Morgan, Editor Ms. Magazine (majalah kebangsaan kaum feminis), mengatakan bahwa pernikahan hanya akan menghambat kesetaraan antara perempuan dan laki-laki. Bahkan Sheila Cronin, tokoh terkemuka kaum feminis menganggap pernikahan tak ubah sebagai praktik perbudakan terhadap perempuan. Cobalah kita kembali pada fitrah kita sebagai mahluk Tuhan. Pria dan wanita sampai hari kiamatpun tidak akan bisa sama karena memang tidak sama. Dan perlu diketahui bahwa keduanya bukanlah pesaing yang saling mengalahkan dan dikalahkan. Terlalu naif bagi pria apabila ia bersaing dan ingin mengalahkan wanita dan terlalu berlebihan juga apabila wanita minta disamakan dan bahkan ingin mengalahkan pria dengan gerakan emansipsi wanita yang kebablasan.
Kedua mahluk itu secara prinsip memang berbeda baik secara fisik maupun non fisik. Pria dengan segala kekuatannya, kemampuannya dan ketegasannya sangat mengedepankan logika, sedangkan wanita dengan kelembutannya dan kasih sayangnya mengandalkan perasaannya. Dengan demikian, pria adalah pasangan wanita dan wanita adalah pasangan pria, demikianlah takdir Tuhan menciptakan keduanya yang saling membutuhkan satu sama lain.
macam keadilan:
Keadilan Legal atau keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok baginya (Than man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan Sunoto menyebutnya keadilan legal. Keadilan timbul karena penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras kepada bagian-bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam masyarakat bilamana setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik menurut kemampuannya. Fungsi penguasa ialah membagi-bagikan fungsi-fungsi dalam negara kepada masing-masing orang sesuai dengan keserasian itu. Setiap orang tidak mencampuri tugas dan urusan yang tidak cocok baginya. Ketidak adilan terjadi apabila ada campur tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan tugas-tugas yang selaras sebab hal itu akan menciptakan pertentangan dan ketidak serasian. Misalnya seorang pengurus kesehatan mencampuri urusan pendidikan, maka akan terjadi kekacauan.
Keadilan Distributif
Aristoles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama (justice is done when equals are treated equally). Sebagai contoh : Ali bekerja 10 tahun dan budi bekerja 5 tahun. Pada waktu diberikan hadiah harus dibedakan antara Ali dan Budi, yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya bekerja. Andaikata Ali menerima Rp.100.000,-maka Budi harus menerima Rp. 50.000,-. Akan tetapi bila besar hadiah Ali dan Budi sama, justru hal tersebut tidak adil.
Keadilan Komulatif
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidak adilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
sumber:http://surahmanarea.wordpress.com/2011/01/02/manusia-dan-keadilan/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar